Nusatimes.id – Pengadilan Negeri Gorontalo memutuskan hukuman tiga tahun penjara bagi lima terdakwa kasus kematian Hasan Saputra Marjono (17), mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo, yang tewas saat mengikuti kegiatan pengkaderan di Kabupaten Bone Bolango pada 1 Oktober 2023 lalu.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Supardi, menyatakan bahwa lima terdakwa yakni Muh. Nur Ilyas Husain, Adnan S. Hango, Supril Mundar, Muh. Arya Paputungan dan Wiranto Y. Panano terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan kelalaian yang mengakibatkan kematian Hasan. Putusan ini sesuai dengan dakwaan alternatif kedua dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Pasal 359 tentang kelalaian dan Pasal 351 ayat 3 KHUP.
“Majelis hakim memutuskan hukuman 3 tahun penjara sesuai dengan dakwaan antara kedua dari JPU dengan pasal 359 tentang kelalaian dan pasal 351 ayat 3 KHUP,” ungkap Supardi.
Sementara keluarga korban yang hadir dalam sidang tersebut menyatakan kekecewaannya terhadap putusan yang dijatuhkan. Keluarga mengungkapkan bahwa hukuman 3 tahun penjara yang dijatuhkan lebih rendah dari tuntutan JPU yang menuntut hukuman 4 tahun penjara.
“Kami berharap putusan maksimal atau setidaknya 4 tahun. Namun, kami tetap menghormati proses hukum yang berjalan hingga hari ini,” ujar Muh. Apriansyah Saputra selaku kakak korban.
Dirinya juga menambahkan bahwa Hasan merupakan harapan keluarga untuk menjadi sarjana dan meraih cita-cita yang diinginkan.
“Para terdakwa masih bisa makan, menghirup udara, dan mungkin keluar penjara bisa mendapat pekerjaan. Sementara adik kami yang merupakan harapan orang tua untuk menjadi sarjana dan meraih masa depan. Kematian Hasan memberikan kesedihan mendalam bagi kami,” ungkapnya.
Ia juga mengkritik pihak kampus yang dinilainya lalai dalam pengawasan dan tidak memberikan dukungan psikologis kepada keluarga korban.
“Pihak kampus harus bertanggung jawab dan mendrop out para terdakwa dari kampus,” tambahnya.
Menurutnya, pihak kampus cenderung mendukung para terdakwa dengan menyiapkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk mereka, sementara keluarga korban tidak mendapatkan dukungan serupa.
“Kami meminta pihak kampus untuk bertanggung jawab dan mengeluarkan para terdakwa dari kampus,” tegasnya.
Keluarga korban didampingi oleh beberapa kepala desa yang mewakili masyarakat Kecamatan Boliyohuto. Kasus ini menjadi perhatian besar di masyarakat Boliyohuto, yang berharap agar keadilan ditegakkan dan pihak kampus bertanggung jawab atas kelalaian yang terjadi. Jika tidak ada tindak lanjut dari pihak kampus terkait Drop Out para terdakwa, masyarakat Boliyohuto siap melakukan aksi.
“Kami akan berkoordinasi dengan pihak kejaksaan untuk mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya, termasuk kemungkinan banding,” tegas Apriansyah.
Ia mengungkapkan bahwa keluarga korban merasa tidak mendapatkan dukungan yang memadai selama proses persidangan.
“Sejak awal kejadian, kami harus mencari fakta sendiri. Dukungan dari kampus dan pihak lainnya sangat minim,” pungkasnya.***