Nusatimes.id – Putusan pengadilan terkait kasus kematian Hasan Saputra Marjono (17), mahasiswa IAIN Sultan Amai Gorontalo tersebut, memunculkan reaksi keras dari para penasehat hukum 5 terdakwa, yang dijatuhkan vonis 3 tahun penjara.
Penasehat hukum terdakwa 1, 2, 3, 4, Idrul Wahid menyatakan pertimbangan untuk melakukan upaya hukum banding setelah majelis hakim menjatuhkan hukuman.
“Saat ini kami masih dalam proses pikir-pikir, apakah akan melakukan upaya hukum banding atau tidak. Keputusan ini tergantung pada keinginan terdakwa. Jika terdakwa bersedia, kami siap mengambil langkah hukum lebih lanjut,” ungkap Idrul saat diwawancarai awak media usai sidang.
Menurutnya, ada ketidakpuasan karena fakta persidangan mengindikasikan adanya kekerasan yang tidak sepenuhnya dipertimbangkan dalam putusan.
Meskipun kasus ini berkaitan dengan dakwaan kelalaian (Pasal 359) dan tindakan kekerasan (Pasal 351 ayat 3 KHUP), penasehat hukum menyoroti bahwa kekerasan tersebut hanya dibahas dalam konteks pasal 351.
Sementara, Penasehat hukum untuk terdakwa 5, Rongki Ali Gobel mengekspresikan ketidakpuasan serupa terhadap putusan pengadilan.
Menurutnya, putusan yang menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara tidak sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan.
“Melihat apa yang dibacakan tadi, kami melihat bahwa tidak ada korelasi antara putusan dengan apa yang sebenarnya terungkap dalam persidangan. Semua saksi yang dihadirkan jelas menyatakan tentang adanya tindakan kekerasan yang terjadi, baik oleh panitia maupun senior yang terlibat dalam kegiatan tersebut,” paparnya dengan nada tegas.
Ia menambahkan bahwa proses hukum tidak sepenuhnya mengakomodasi fakta-fakta yang relevan, seperti perlakuan baik yang dilakukan oleh terdakwa terhadap korban saat sakit. Dia mempertanyakan keputusan pengadilan yang cenderung “terlalu emosional” dan terdakwa di bahasakan seakan-akan melakukan tindakan-tindakan seperti kekerasan. Kemudian dalam proses hukumnya tidak ada proses kekerasan terhadap yang disangkakan terhadap terdakwa, bahkan yang disangkakan didakwakan sampai hari ini bahkan sampai diputuskan hanya terkait persoalan kelalaian, perbuatan lalai, mengakibatkan korban (HS) itu meninggal dunia.
“Dalam proses pembelaan, kami telah dengan jelas menunjukkan bahwa tidak ada kelalaian dalam tindakan terdakwa. Kami melihat bahwa hukuman yang dijatuhkan hanya berdasarkan keberadaan nama terdakwa dalam struktur panitia, bukan berdasarkan fakta nyata dari kejadian. Ini menunjukkan bahwa ada keraguan yang serius dalam putusan ini,” tegasnya.
Terhadap langkah berikutnya, Gobel menyatakan bahwa tim penasehat hukum akan berkoordinasi dengan keluarga terdakwa dan mempelajari salinan putusan secara menyeluruh sebelum membuat keputusan akhir dalam waktu tujuh hari ke depan.
Namun, secara pribadi, dia menyatakan keinginannya untuk mengajukan banding atas putusan yang dianggapnya tidak adil tersebut.
Sementara itu, reaksi dari pihak keluarga korban dan masyarakat Boliyohuto masih menunggu untuk diungkapkan dalam konteks upaya hukum lanjutan yang akan diambil oleh pihak terkait.***