Scroll untuk baca artikel
DaerahGorontaloHeadline

Festival Apangi Peringatan 10 Muharam di Kota Gorontalo Ditiadakan, Berubah Jadi Aksi Sosial

×

Festival Apangi Peringatan 10 Muharam di Kota Gorontalo Ditiadakan, Berubah Jadi Aksi Sosial

Sebarkan artikel ini
Kelurahan Dembe 1, Kota Barat, Kota Gorontalo bagi Kue Apangi ke korban banjir wilayah tersebut. Senin (15/7/2024). (Foto : Nusatimes.id / Salsa Yusuf)

Nusatimes.id – Tradisi tahunan Festival Apangi di Kelurahan Dembe 1, Kota Barat, Kota Gorontalo, tahun ini dirayakan dengan cara yang berbeda. Banjir dan longsor yang melanda wilayah ini akibat meluapnya air Danau Limboto, memaksa masyarakat untuk mengubah konsep festival menjadi aksi sosial bagi korban bencana. Senin (15/7/2024).

Selama beberapa pekan terakhir, banjir dan longsor telah menyebabkan kerusakan signifikan di Kota Gorontalo, termasuk Kelurahan Dembe 1, memaksa banyak warga untuk mengungsi. Dalam situasi yang sulit ini, masyarakat setempat memutuskan untuk tetap menjaga tradisi malam 10 Muharam dengan cara yang lebih bermanfaat.

Kepala Seksi Pemerintah Kelurahan Dembe 1, Syamsu Qamar Idji menyampaikan bahwa Festival Apangi yang ke – 9 sejak tahun 2016 ini tetap berlangsung, namun tidak dengan perayaan besar seperti biasanya.

“Sudah tradisi kita di malam 10 Muharam, masyarakat Dembe 1 melakukan Festival Apangi. Tetapi untuk tahun ini, kita tidak melaksanakan Festival Apangi seperti biasanya, tetapi kita berbagi dengan masyarakat yang menjadi korban bencana banjir dan longsor,” ujar Syamsu.

Dirinya juga menjelaskan bahwa Posko Kelurahan Dembe 1 telah menyiapkan sekitar 15 kilogram apangi, kue tradisional yang biasanya disajikan dalam festival ini, untuk didistribusikan ke seluruh RT di wilayah tersebut.

“Kita bagikan di semua RT yang ada di Kelurahan Dembe 1. Untuk penyaluran, kita upayakan malam ini,” tambahnya.

Dengan semangat gotong royong dan solidaritas, masyarakat Dembe 1 berharap aksi berbagi ini dapat meringankan beban para korban bencana, sekaligus menjaga tradisi yang telah lama ada.

“Perubahan konsep festival ini menunjukkan kepedulian dan kebersamaan yang kuat di tengah bencana, membuktikan bahwa tradisi bisa berjalan seiring dengan aksi kemanusiaan,” pungkasnya.

Apa Komentar Anda?