Scroll untuk baca artikel
Nusantara

PHPU Bupati Gorontalo Utara Bahas Sengkarut Status Terpidana Hingga Perubahan Nama

×

PHPU Bupati Gorontalo Utara Bahas Sengkarut Status Terpidana Hingga Perubahan Nama

Sebarkan artikel ini

Nusatimes.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Gorontalo Utara selaku Termohon mengungkapkan status terpidana Calon Bupati Gorontalo Utara Nomor Urut 3 atas nama Ridwan Yasin tertulis dalam Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Hal ini diakui oleh Komisioner KPU Kabupaten Gorontalo Utara Noval Katili dalam Persidangan Pemeriksaan Lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan Ahli dan Saksi. Sidang ketiga Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Gorontalo Utara Nomor 55/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini digelar pada Selasa (11/2/2025) di Ruang Sidang Pleno MK.

 

Dikutip dari MKRI.id Keterangan Noval tersebut disampaikan untuk menjawab pertanyaan dari Ketua Panel 3 Arief Hidayat yang mempertanyakan SKCK dari Cabup Gorontalo Utara Nomor Urut 3 Ridwan Yasin. “Dalam SKCK itu, beliau terpidana,” jawab Noval yang kemudian diamini oleh Bawaslu Kabupaten Gorontalo Utara Fadli Bukoting.

 

Kemudian Arief menanyakan pertimbangan Termohon mendiskualifikasi Paslon Bupati dan Wakil Bupati Gorontalo Utara Nomor Urut 3 Ridwan Yasin dan Muksin Badar. Noval menjawab Keputusan KPU mendiskualifikasi berdasarkan PKPU No. 8/2024.

 

“Pasal 14 huruf f (PKPU 8/2024) yang (menyatakan) tidak pernah dipidana dengan ancaman lima tahun atau lebih kecuali pidana politik dan seterusnya,” ujar Noval. Ia pun melanjutkan bahwa Keputusan KPU untuk memasukkan kembali Paslon Bupati dan Wakil Bupati Gorontalo Utara Nomor Urut 3 Ridwan Yasin dan Muksin Badar dikarenakan rekomendasi Bawaslu Kabupaten Gorontalo Utara.

 

Runtuh Integritas Pemilu

Dalam kesempatan tersebut, Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Gorontalo Utara Nomor Urut 2 Thariq Modanggu dan Nurjana Hasan Yusuf sebagai Pemohon menghadirkan dua orang Ahli. Salah satu Ahli yang dihadirkan pakar kepemiluan, Titi Anggraini. Dalam keterangannya, Titi menyebut membiarkan calon yang tidak memenuhi syarat mengikuti pemilihan merupakan cerminan dari runtuhnya integritas pemilu secara menyeluruh, baik dari sisi penyelenggaraan proses maupun hasilnya. Ia menekankan bahwa kegagalan menjaga konstitusionalitas kontestasi dapat menimbulkan keraguan terhadap pemenuhan asas pemilu yang bebas dan adil sejak awal hingga akhir kompetisi.

 

“Pemilu yang diselenggarakan oleh lembaga atau otoritas pemilihan yang membiarkan peserta inkonstitusional mengikuti pemilu akan menimbulkan keraguan pada kredibilitas dan integritas penyelenggara dalam seluruh proses atau tahapan pemilu,” ujar Titi.

 

Titi menambahkan bahwa MK selalu bersikap tegas dan tanpa toleransi terhadap pelanggaran persyaratan pencalonan yang bersifat prinsip dan dapat diukur. Menurutnya, pelanggaran ini dapat menjadi dasar pembatalan hasil pemilu atau Pilkada jika terbukti ada peserta yang sejak awal tidak memenuhi syarat.

“MK dapat membatalkan hasil pemilu atau Pilkada karena adanya peserta yang tidak memenuhi syarat sejak awal. Hal ini diatur dalam Putusan MK Nomor 190/PHPU.D-VIII/2010 pada Pilkada Pandeglang,” jelasnya.

 

Titi juga menjelaskan bahwa seseorang yang berstatus terpidana hanya dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah jika tindak pidana yang dilakukan adalah tindak pidana kealpaan atau tindak pidana politik, yang diartikan sebagai perbuatan yang dianggap pidana semata-mata karena perbedaan pandangan politik dengan rezim berkuasa.  Selain itu, Titi menegaskan bahwa terpidana dengan pidana percobaan tetap dianggap sebagai terpidana hingga masa percobaan berakhir, meskipun tidak menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan. Ketentuan ini telah ditegaskan dalam Putusan MK Nomor 132/PHP.BUP/2021 pada Pilkada Boven Digoel Tahun 2024.

Sengkarut Perubahan Nama

 

Selain masalah mengenai Paslon Bupati dan Wakil Bupati Gorontalo Utara Nomor Urut 3 Ridwan Yasin dan Muksin Badar, sidang tersebut juga membahas perihal nama Calon Bupati Nomor Urut 1 Roni Imran. Pemohon menghadirkan Ahli, yakni Dosen FH UGM Yance Arizona, menegaskan bahwa dalam hal terdapat perubahan nama, calon harus menyerahkan keputusan atau penetapan pengadilan terkait perubahan nama tersebut. Jika tidak disampaikan, maka syarat sebagai calon dianggap tidak terpenuhi. “Apabila terdapat perbedaan nama pada ijazah sekolah dan KTP-el, maka harus ada surat keterangan dari sekolah atau surat pernyataan calon,” tambah Yance.

 

Menurut Yance, surat keterangan dari kepala sekolah dijadikan dasar untuk penetapan pasangan calon dalam Keputusan KPU Nomor 640 Tahun 2024 dan Keputusan KPU Nomor 641 tentang penetapan nomor urut pasangan calon. Namun demikian, surat keterangan Kepala Sekolah untuk Pihak Terkait telah dicabut, sehingga tidak lagi memenuhi syarat pencalonan.

 

Di sisi lain, I Gusti Putu Artha, selaku ahli yang dihadirkan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Gorontalo Utara Nomor Urut 1 Roni Imran-Ramdhan Mapaliey selaku Pihak Terkait, menyampaikan bahwa dalam konteks regulasi, surat keterangan dari sekolah atau surat pernyataan calon sebenarnya sudah memenuhi syarat administrasi sesuai dengan petunjuk teknis (juknis). Ia menjelaskan bahwa Keputusan KPU juga memberikan penilaian terhadap kebenaran kedua dokumen tersebut melalui indikator yang telah ditetapkan.

 

“Ada indikator yang digunakan untuk menilai keabsahan langkah tersebut, termasuk menilai kebenaran surat keterangan sekolah. Nama yang tercantum dalam ijazah atau surat keterangan pengganti ijazah harus sesuai dengan nama yang tercantum dalam KTP elektronik,” tegas Putu.

 

Putu menambahkan bahwa regulasi yang berlaku memang mengharuskan adanya dokumen tersebut, sehingga pihak sekolah menerbitkan surat keterangan dengan nomor 300 sebagai bentuk pemenuhan persyaratan administrasi. “Saya ingin menegaskan bahwa memang regulasinya yang meminta, sehingga sekolah akhirnya mengeluarkan surat bernomor 300 itu,” jelasnya.

 

Keabsahan Dokumen Pendidikan

Sementara itu, KPU Kabupaten Gorontalo menghadirkan dua orang saksi dalam persidangan. Para Saksi ini dihadirkan untuk memperkuat bukti terkait keabsahan dokumen pendidikan Roni Imran dalam proses pencalonannya sebagai calon Bupati Gorontalo Utara. Salah satunya adalah Sakina Adam, seorang guru di SMA Prasetya, yang memberikan kesaksian terkait riwayat pendidikan Roni Imran. Sakina membenarkan bahwa Roni Imran pernah menjadi siswa di SMA tersebut.

“Roni Imran masuk ke SMA Prasetya tahun 1983 dan tercatat sebagai siswa pada waktu itu. Beliau lulus atau tamat pada tahun 1986 dari jurusan IPA. Saat Roni Imran duduk di kelas 1, saya mengajar mata pelajaran Sejarah Pendidikan Bangsa. Saya bertemu dengan Roni Imran dua kali, yaitu saat di kelas 1 dan kelas 2,” terangnya.

Apa Komentar Anda?